Hingar bingar politik di situs internet dan media massa lainnya baik cetak dan elektronik selalu menarik untuk disimak, apalagi liputan sidang DPR dan DPRD termasuk wawancara/dialog mereka di televisi, asyik juga nontonnya apalagi kalau membahas pembangunan bangsa.
Namun sayang seribu sayang acara seperti itu jarang dilakukan TV, karena mungkin ratingnya tidak bagus sehingga secara ekonomis kurang menguntungkan. Tetapi sebaliknya kita pun masih terhibur terhadap sebagian dari wakil rakyat, tokoh masyarakat/ulama, penegak hukum, pejabat pemerintah, termasuk Presiden dan kabinetnya, pakar-pakar, artis, seniman/budayawan , manakala mereka berbicara atau berdialog, wawancara atau membuat pernyataan/statement dalam berbagai forum atau acara formal dan non formal membicarakan hal-hal demi kesejahteraan rakyat.
Dilain pihak sekarang ini ada kecenderungan sebagian dari mereka juga kelihatannya senang kalau diwawancara (apalagi kalu ada honornya) minimal semakin beken masuk TV, asyik deh! Nah bagi anggota MPR termasuk DPR, dan DPRD kita harapkan mudah-mudahan tidak lupa akan tugas pokoknya jadi jangan terlalu sering “lupa-lupa ” (seperti judul lagu band kuburan) mereka mesti disadarkan kembali betapa rakyat yang telah mempunyai hak pilih berbondong-bondong ke TPS untuk melaksanakan salah satu hak nya sebagai warga negara telah susah payah meluangkan sebagian waktu dan uangnya berkorban/ secara rela agar bisa memilih wakil rakyat untuk memperjuangkan kemajuan bangsa.
Uang negara alias uang rakyat yang dikumpulkan melalui APBN dan Pilkada di daerah dari APBD yang dikucurkan pun jumlahnya sangat besar untuk pelaksanaan memilih wakil-wakil yang terhormat tersebut. Karena itu wajar kalau rakyat yang memilihnya menuntut mereka bekerja baik, rakyat kecewa bila sering mendengar bahwa tingkat kehadiran para anggota yth wakil rakyat tersebut sering jeblog (presentase kehadiran pas-pasan), mungkin yang penting sampai qorum saja deh! Tetapi kita pun tidak boleh menafikkan bahwa sebenarnya “sebagian” dari wakil tadi masih ada yang bekerja dengan baik dan benar.
Kita menitipkan pesan rakyat juga agar wakil rakyat tata tutur/berbicara/ ucapan dan bertingkah laku hendaknya sesuai dengan etika berpolitik namun mesti sejalan juga dengan budaya Indonesia, yang selalu menjunjung tinggi norma agama, adat, kesopanan serta hukum yang berlaku.
Wakil rakyat yang asbun (asal bunyi) sering tidak terhormat di mata publik dan itu juga turut mencoreng korps para wakil rakyat sendiri, namun syukurlah karena masih banyak wakil rakyat yang baik serta menggunakan tenaga dan akal fikirannya, disertai hati/nuraninya yang ingin mencerdaskan bangsa, melindungi segenap tumpah darah bangsa dan negara kesatuan Republik Indonesia, mensejahterakan rakyat atau dengan kata lain mewujudkan masyarakat, bangsa, negara Indonesia yang adil dan makmur.
Namun kita saksikan hampir setiap hari mereka umumnya berbicara politik, mungkin tujuannya untuk sukses meraih massa pada Pemilu tahun 2014, sampai sering terjadi suatu masalah dipolitisir, dan pada ujungnya tidak ada penyelesaiannya, misalnya kasus Bank Century, mafia pajak, skandal suap pemilihan deputy gubernur BI dan lain-lain.
Perbuatan saling jegal, saling menjelekkan, dan bicara tidak baik (apalagi mengompori/menghasut) maka menurut saya tidak memberi contoh baik kepada rakyat, mestinya kasi contoh bagaimana bicara sopan, menghormati hak-hak orang lain/toleransi, tata cara berdiskusi yang baik dengan menghargai setiap pendapat peserta diskusi/dialog/forum jadi tidak asal interupsi atau potong memotong yang tidak memenuhi etika berpolitik, juga berbagai norma seperti norma kesopanan, norma adat budaya bangsa Indonesia.
Falsafah bangsa dan norma-norma bangsa kita tidak sama dengan bangsa lain, maka jangan bermimpi seolah kita ingin mengganti/ menyamakan persis dengan bangsa lainnya di dunia.
Demokrasi tidak sepatutnya diartikan sebebas-bebasnya tanpa mengindahkan norma-norma yang berlaku dalam pergaulan hidup manusia Indonesia, misalnya contoh kecil kesopanan dan kurang menghargai pendapat orang lain adalah perbuatan yang tidak memberikan contoh baik kepada publik. Hal itu akan berkembang menjadi percontohan tingkah laku individu terlebih lagi massa sekarang ini dalam menyampaikan pendapat dan keinginanannya sering tidak mengindahkan lagi tata krama, dan rakyat akhirnya pun sering kecewa karena wakil rakyat dan para pemimpin bangsa ini dalam pelaksanaan tugas-tugas banyak yang tidak kunjung selesai berarti pula publik dibohongi, padahal telah memboroskan biaya negara yang berasal dari uang rakyat.
Seyogyanya hak warga negara dalam menyatakan pendapat baik itu lisan maupun tulisan, tidak boleh keblablasan setiap individu, kelompok, ormas/LSM atau organisasi apa pun namanya tidak dibenarkan bebas menurut ukurannya sendiri, melainkan parameter/tolak ukurnya adalah norma hukum tertulis dan tidak tertulis yang berlaku dalam negara kita.
Jadi tidak benar pula kalau beralasan untuk kemajuan demokrasi, namun kenyataannya membahayakan kebebasan itu sendiri yang telah dijamin negara.
Pelajaran dari ibu/bapak guru manakala tujuan bagus namun dalam pelaksanaannya dengan cara tidak baik/buruk , maka hasilnya adalah nol besar alias pasti tidak baik. Demokrasi kita tentu tidak sama dengan demokrasi bangsa-bangsa barat atau negara lainnya, mengapa? Ya jelas karena nama negara, bangsa ini pun tidak sama koq, apalagi ideologi, politik, sejarahnya, sosial-ekonomi dan budaya, agama serta sistem pertahanan dan keamanannya.
Kita sering melupakan atau pura-pura lupa bahwa falsafah bangsa Pancasila sampai dengan saat ini belum dirubah, misalnya dengan falsafah komunisme, atheisme, kapitalisme dan lain-lain yang kesemua itu tentu tidak akan pernah cocok dengan bangsa ini, dibuktikan dengan data dan fakta sejarah bangsa yang telah kita pelajari bersama.
Oleh karena itu mari budayakan bermusyawarah untuk mencapai mufakat, saling menghargai satu sama lain/toleransi dan selalu mempererat tali silaturahmi, serta laksanakan pembangunan di segala bidang yang adil dan merata di seluruh wilayah negeri, sehingga itu berarti kita telah berjuang untuk tegaknya persatuan dan kesatuan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Ingat kemerdekaan dari tangan penjajah telah diperjuangkan oleh para pahlawan bangsa bersama “seluruh elemen bangsa” mewujudkan Indonesia merdeka! Artinya mari kita bersatu, dan itu bukan berarti tidak demokrasi (tulisan dan arti katanya juga beda koq), maka dengan demikian mudah-mudahan kedepan kejadian tawuran, kerusuhan yang berujung tindakan anarkis, main hakim sendiri, pemerasan, penganiayaan dan pembunuhan serta tindak kekerasan lainnya dapat diminimalisir.
Hindari pemaksaan kehendak minoritas kepada mayoritas atau sebaliknya, padahal yang terbaik adalah kerjasama saling gait-menggait untuk mencapai tujuan bangsa sebagaimana yang tercantum dalam Mukadimah UUD 1945, jangan lupa itu laksanakan dengan baik, sebelum rakyat marah dan tidak percaya lagi kepada pemerintah dan wakil-wakil rakyatnya.
Demokrasi Pancasila adalah musyawarah untuk mencari mufakat bukan dengan cara -cara memaksakan kehendak, contohnya sekarang sudah biasa terjadi demonstrasi di gedung pengadilan padahal menurut saya yang awam, kegiatan itu adalah berarti pemaksaan kehendak, menekan hakim, jaksa, malahan dengan menyerang aparat keamanan dan juga yang menyebalkan adalah berbuat anarkis.
Karena itu mari kita berikan contoh suri tauladan yang baik dari seluruh pemimpin bangsa apalagi tokoh pemuka agama, berilah ketenangan suasana yang kondusif bagi kita untuk hidup dan bekerja menafkahi keluarga serta membangun masyarakat dari Sabang sampai dengan Merauke.
Gunakan bahasa yang baik dan serta tingkah laku yang dapat diteladani, tindakan/perbuatan buruk akan berakibat dicontoh oleh rakyat di tingkat grass root (akar rumput). Sadarlah sikap perbuatan dan ucapan anda yang tidak beretika dan jauh dari norma kesopanan tersebut dicontoh oleh masyarakat kecil/awam yang akibatnya terjadilah friksi dan kerawanan sosial yang berujung bentrokan fisik horisontal diantara mereka. Kasihan mereka, sudah terjepit masalah daya beli yang rendah karena kemiskinan ekonomi, sudah jatuh tertimpa tangga pula harus ditahan aparat kepolisian karena berbuat anarkis. mungkin tadinya sih demi dapat pujian dari tokohnya sendiri yang tidak bisa diteladani tersebut.
Sebagian para wakil rakyat dan para aparat pemerintah, penegak hukum dan lainnya masih bersenang-senang dengan penghasilan tiap bulan lebih dari cukup malah berlebihan, dilain pihak sebagian besar rakyat itu belum tentu bisa makan tiga kali sehari.
Tingginya harga berbagai kebutuhan pokok masyarakat di pasar seperti beras, gula pasir, terigu, susu, telur, dan lain-lain termasuk sering terjadinya kelangkaan BBM, bensin, minyak tanah, dan pupuk, dapat memicu emosional masyarakat terhadap kesalahan sekecil apapun yang dilakukan aparat pemerintah atau sasarannya bisa kepada siapa saja individu, kelompok masyarakat, ormas dan lain-lain.
Jangan dulu meyalahkan masyarakat, kalau mereka sekarang ini mudah dipicu kejadian sepele saja, cepat emosional dan akhirnya brutal tidak terkendali…………….mengerikan, apakah ini yang disebut bangsa yang dikenal ramah tamah? Betul, kita mengerti tidak semua begitu, karena masih lebih banyak rakyat yang baik dan punya hati nurani sesuai dengan ajaran agama dan budaya bangsa.
Mestinya diingat bahwa ucapan dan perilaku atau perbuatan yang sangat tidak bagus darii lapisan elit dimaksud telah merusak nama baik semua? Apakah lupa ajaran ibu dan bapak guru:”Karena nila setitik rusak susu sebelanga “. Prihatin sekali sekarang ini massa sudah jadi kebiasaan merusak apa saja yang ada dihadapannya, misalnya bangunan serta peralatan kantor, seperti bangku, meja dan lain-lain, juga pagar, termasuk kendaraan operasional kepolisian dan milik pemerintah lainnya sering terjadi dimana-mana.
Merusak itu mudah, dalam sekejap saja bisa, gulingkan, lempar dan bakar………….. santai sekali, tetapi semua itu barang negara yang dibiayai oleh rakyat sendiri, jadi sama dengan merusak barangnya sendiri, celakanya lagi mereka pun sering merusak barang orang lain tidak peduli itu milik siapa, malah bisa jadi barang itu milik rakyat kecil misalnya sepeda motor, malah masih kredit lagi…….. sebodoh amat, padahal pemiliknya sering tidak tahu apa-apa karena kebetulan hanya sekedar lewat atau parkir, pokoknya hancurkan!
Menghancurkan atau sekedar merusak barang-barang milik aparat negara termasuk kepolisian yang sering menjadi sasaran amuk massa, hancur lebur dirusak dan dibakar dalam keadaan negara damai adalah perbuatan yang tidak pantas dan memalukan bangsa sendiri. Dilain pihak padahal para petugas keamanan itu sedang bertugas untuk mengamankan yang berunjuk rasa dari provokator yang sering menyelinap diantara mereka , dan jangan dilupakan para petugas negara itu juga sedang bertugas melindungi hak-hak aman dan tertib atau kepentingan masyarakat lainnya.
Sadar atau tidak, kita telah membiarkan pelanggaran hak-hak azasi orang lain, serta merugikan rakyat banyak karena semua peralatan yang rusak milik pemerintah/negara mesti dianggarkan kembali untuk memperbaiki bangunan/gedung/kantor serta peralatan yang rusak tadi, dan pembelian barang yang baru , maka itu perlu waktu dan dana yang sangat besar yang asalnya dari uang rakyat.
Kesimpulannya kapan para elite politik dan tokoh masyarakat berlaku jujur dan berbicara sopan serta bertingkah laku yang baik, memegang teguh etika politik nasional serta “tidak kebiasaan” secara langsung atau tidak langsung menghasut massa bertindak anarkis?
Jawabannya: “kapan kapan”